Jakarta -
Ketentuan aborsi ikut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023, diperbolehkan dengan dua syarat yakni indikasi kedaruratan medis dan korban tindak pidana perkosaan atau kekerasan seksual.
Pasal 116 jelas mendefinisikan indikasi darurat medis dalam dua hal. Pertama, saat ibu hamil mengalami kondisi yang mengancam jiwa. Kedua, kondisi kesehatan janin dengan cacat bawaan tidak dapat diperbaiki atau tidak memungkinkan hidup di luar kandungan.
Ketua Bidang Legislasi dan Advokasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Ari Kusuma Januarto, SpOG, Obginsos menegaskan di luar dua kondisi tersebut, tindakan aborsi sepenuhnya ilegal alias dilarang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaksanaan aborsi juga tidak boleh dilakukan di sembarang tempat. Mengutip regulasi PP No. 28 Tahun 2024, dr Ari menekankan aborsi hanya dilakukan pada fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit yang sudah ditunjuk menteri, sehingga detailnya harus tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
Selain fasilitas kesehatan, yang perlu diatur menurut dr Ari adalah batas usia maksimal aborsi yang boleh dilakukan. Mengingat, dalam turunan UU Kesehatan, ketentuan tersebut belum dipastikan secara rigid.
"Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, pengaturan mengenai pelaksanaan tindakan aborsi yang diperbolehkan termasuk usia kehamilan untuk melakukan tindakan aborsi dilaksanakan berdasarkan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2O14 tentang Kesehatan Reproduksi sampai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mulai berlaku," bunyi pasal 1154 tentang Ketentuan Peralihan.
Bila dirinci, regulasi usia kehamilan yang mengacu Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi adalah 40 hari. Sementara pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana batas usia maksimal aborsi lebih panjang, yakni 14 minggu.
"Tentunya ya kita dari profesi akan lebih setuju dengan yang dulu, (PP No. 16 Tahun 2024), 40 hari," tutur dr Ari.
Bukan tanpa alasan, tindakan aborsi di waktu 14 minggu lebih berisiko. Pasalnya, di rentang waktu tersebut janin sudah berbentuk dengan kisaran ukuran delapan hingga 10 sentimeter.
"Sudah ada bunyi jantung, si ibu juga sudah merasakan ada yang gerak. 14 minggu itu akan lebih tinggi terjadi risiko perdarahan pada ibunya," jelas dr Ari.
dr Ari mengaku heran dengan ketentuan usia kehamilan 14 minggu yang dinilai tidak memperhatikan keamanan dari sisi medis. Menurutnya, dalam membentuk ketentuan keamanan aborsi, organisasi profesi perlu dilibatkan.
"Saya agak bertanya-tanya kalau sampai 14 minggu, karena sangat berisiko," tutur dia.
Selain risiko perdarahan, dampak lain yang mungkin terjadi pada saat aborsi di kehamilan 14 minggu adalah infeksi dan traumatis psikologis.
"Jadi intinya yang saya sampaikan, semakin besar usia kehamilan, semakin besar risikonya," pungkasnya.
(naf/up)